Senin, 28 Juni 2010

Ada tambahan ilmu nih! Alhamdulillah... Terima kasih untuk temanku yang coment di email yahoo... ini terkait dengan tulisan saya di bawah (Makan dulu atau sholat dulu)

Ibunda yang baik.
Aku hanya ingin berbagi. Semoga Ibunda berkenan.
Aku bukan orang yang pandai atau berilmu. Tetapi aku ingin sekali berbagi. Semoga
menjadi niat yang tulus untuk kebaikan sesama.

Berikut ini aku petikan haditsnya.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika makan malam sudah disajikan dan Iqamah shalat dikumandangkan, maka dahulukanlah makan malam.” (HR Bukhari dan Muslim)

Aisyah dia mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah shalat saat makanan sudah disajikan dan pada saat menahan buang air besar dn buang air kecil.” (HR. Muslim)

Abu Darda radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Di antara tanda kepahaman agama yang dimiliki seseorang adalah menyelesaikan kebutuhannya terlebih dahulu sehingga bisa melaksanakan shalat dalam keadaan konsentrasi.” (HR. Bukhari tanpa sanad. Lihat Fathul Baari, 2/187)

Sungguh, Ibunda telah mengingatkan sesuatu yang saat ini mungkin diremehkan oleh sebagian muslim, yakni sholat. Aku mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya. Semoga menjadi amal baik yang dicatat disisiNya.

Senin, 21 Juni 2010

Makan Dulu,,,sholat dulu,,,?

Waktu itu, jam makan siang. Seporsi nasi warteg sebelah udah nunggu di mejaku. Sementara, jam menunjukkan pukul 12.24 WIB, dan aku belum menunaikan dzuhur, masih larut dalam pekerjaan rutin. Tiba-tiba, salah seorang rekan tim SIM, yang baru saja diajak rekan lain untuk makan siang ke luar ruangan, berkata, "Makan dulu atau shalat dulu?" Rekan yang lain tersenyum, tapi tidak berhenti berjalan ke luar ruangan----belakangan, aku baru tau bahwa mereka dzuhur berjamaah di lantai dasar sebelum pergi makan.

Rekanku yang tadi bertanya belum ikut rombongan, masih di ruangan. "Menyusul," kata dia, sambil berdiri di depan laptopnya, mungkin dia men-save pekerjaannya sebelum berangkat. Sekali lagi dia angkat suara, kali ini bicara padaku, "Gimana, Meh, kalau bisa memilih, makan dulu atau shalat dulu?"

Aku menoleh pada beliau. Antara terkejut dan berpikir (nah lho, gimana tu tampangku jadinya?) "Oh, Bapak ngomong ke aku toh tadi?" tanyaku balik. Kaget soalnya. Hahaha.. Beliau tertawa, lalu mengangguk.

"Hmmm... Apa ya, Pak, jawabannya...?" Aku memutar mata, sambil berpikir. "Mungkin makan dulu? Kalau perut lapar kan, takutnya shalat nanti tidak khusyu," jawabku akhirnya.

"Bener juga sih.." ujar dia sambil mengangguk-angguk. "Tapi, kepikiran gak kalau tiba-tiba kita meninggal saat makan, sementara kita belum shalat?" tambah dia, santai, tanpa nada menghakimi.

Ucapannya membuat aku terkejut. "Bener juga, Pak! Berarti sebaiknya shalat dulu ya. Soal khusyu, insya Allah khusyu. Toh lapar bisa ditahan.." sahutku. Dia cuma tersenyum bijak. Lalu ke luar ruangan setelah mengucap salam. Tanpa pikir dua kali, aku bergegas mengambil wudhu, lalu shalat. Usai shalat, makan siang kusantap dengan hati tenang. Hmmm...

Mungkin itu hal "remeh", tapi pembicaraan singkat tadi tadi, sungguh menusuk ke hati. Banyak yang aku pelajari dari momen 3 menit itu. Pertama, belajar soal prioritas. Kedua, belajar cara "menegur" dengan halus tapi tepat sasaran. Ketiga, berbagi ilmu, tanpa membuat orang lain merasa bodoh. Keempat, orang bijak tidak pernah menghakimi.

Terima kasih, Pak Ipul dan Pak Adih. "Suhu batin" kita semua....

Jumat, 18 Juni 2010

Mimpi

Dan ketika gerbang itu terbuka, jutaan kerlip cahaya bintang menghambur tanpa henti. Sebuah sumber cahaya yang merupakan asal dari jutaan bintang bertaburan tak sanggup terlihat. Kilaunya begitu menyilaukan. Bukan. Bukan mata yang silau. Tapi jiwa yang silau oleh kemegahannya.

"So...?" sebuah kalimat yang jelas tertangkap maknanya muncul dalam benak. Anehnya telinga ini tidak menangkap adanya suara sama sekali. Seolah-olah komunikasi yang terjadi adalah melalui telepati.

"Apaan nih?" tanya saya balik.

"Jadi gimana... lu kan udah 26 tahun sekarang."

"Yaaah gimana ya, nggak gimana-gimana lah. Biasa aja. Kan situ juga yang ngasih."

"Ah... makin jago ngeles aja."

"Maklum lah... namanya juga manusia."

"So... udah siap masukin gerbang ini?"

"Terserah. Menurut situ?"

"Kok dibalikin lagi? Ya udah. Sekarang aja."

"Jangan sekarang dong."

"Katanya tadi terserah gue. Gimana sih. Emang masih kurang waktunya?"

"Bukannya kurang. Tapi saya masih belum memberi manfaat yang cukup buat orang banyak. Bukannya itu tujuan situ bikin saya?"

"So... what do you have in mind?"

"Gaya bener sih pake bahasa Inggris. Simple-nya gini, saya minta diberi kesempatan untuk bisa menghasilkan lebih banyak manfaat. Beri saya cukup tenaga, pengetahuan dan kesabaran supaya saya bisa selalu berusaha untuk menghasilkan yang terbaik."

"Buat apa? Biar diakuin oleh orang2?"

"Nggak. Cukup pengakuan situ aja yang penting buat saya. Kalo pun saya mau berjuang, moga-moga bisa menjadi inspirasi untuk orang lain, supaya selalu berusaha untuk memberi yang tebaik. Apa pun itu. Sekolah, kerjaan, kehidupan, apapun."

"Ok. Approved."


"Hehehehe. Terus nanti kamu mau kado apa?"

"Saya cuma punya satu permintaan."



"Bikin kehidupan ini lebih bahagia untuk semua orang"

Allahu Akbar...Allaaahu Akbar..

Wah suara Adzan shubuh kali ini terdengar jauh lebih merdu.