Jumat, 27 Februari 2009

Dear ima,,

Aku tahu kamu sedih sekarang.
Aku tahu kamu mencariku...
Aku tahu kamu merindukanku…
Maafkan aku...

Tapi aku tidak sanggup berada di dekatmu
Maafkan kesabaranku yang telah habis.…
aku pergi sekarang
Aku kesal…tak bisa berbuat apa-apa
Aku sedih melihat air mata.
Aku bosan melihat kekecewaan.
Aku bosan dengan kebencian ini.
Aku sakit...Terus-terusan diperlakukan dengan kasar.
Aku pergi...

Aku tidak ingin berada ditengah.
Di antara manusia-manusia bodoh.
Aku pergi!Aku tidak akan kembali.

Semoga pemilik ku nanti,
maling yang beruntung itu
Merawatku dengan gambar-gambar dan tulisan cinta.
Dengan mimpi indah bersama bidadarinya...

Selamat tinggal ima…

(hiks…ternyata Laptop juga punya perasaan. Laptop itu milih tinggal dengan maling beruntung itu dari pada di rumah Krisna......selamat jalan Laptop ku sayang…semoga tidak ada kata-kata kasar yang menyakiti kamu lagi)

Rabu, 11 Februari 2009

Terlintas

Percakapan beberapa tahun yang lalu……

Ma,,, kebayang gak 10 tahun lagi loe gimana??

Pertanyaan seorang Teman tersayang...saat lunch berduaan.

Gue inget banget banget, dulu gue dengan semangatnya ngejawab

dengan mata berbinar-binar.

10 tahun lagi gue pasti udah punya anak 3 yang lucu-lucu dan gue udah punya usaha dirumah. Punya suami yang pengertian yang baiiiiiiiiiiiiikkk dan sayang ama gue dan anak2 gue!

Si kakak tersenyum lucu ngedenger jawaban gue.

Knapa ada yang salah??

Dia menggeleng.

Trus gue balik tanya..loe gimana?

Sepuluh tahun lagi, gue akan kerja diappartemen gue,

gak kawin. Gak punya anak.

Gubraaakk! Gak kawin! Gak punya anak!

Waktu itu, gue Cuma bisa bengong2 ada cewek yang gak punya mimpi untuk kawin.…mungkin dia lihat perubahan muka gue, waktu dia dengan keras bilang gak mau kawin.

Trus dia ngeralat,

mungkin gue kawin juga akhirnya...tapi kalo bisa gue gak kawin, katanya.

Saat itu, gue masih aneh aja, ada orang yang bisa memilih untuk gak kawin. Kawin atau gak kawin itu pilihan. Dan gue gak mau tau alasannya. Everybody have their own reason for what they do and done. Please guys don’t judge your friends!

Ada yang bilang, seorang perempuan ketika di akhir usia 20an akan blingsatan kalo dirinya belum menemukan jodohnya. Tapi setelah lewat 30, setelah dia bisa melewati ketakutannya dia malah bisa menikmati kesendiriannya yang akhirnya benar2 hanya ingin sendirian.

…(bener gak tuh?)


Dan sekarang gue sedang mengingat percakapan gue dengan dia.Seorang kakak yang saat ini sedang gue rindukan kehadirannya.Tempat berkeluh kesah tentang suasana hati atau pikiran yang menyesakkan dada.

(Mba…ima kangen!)

Waktu itu gue gak pernah nyangka gue akan ngalamin kenyataan ini.

Tapi sekarang ini yang sekarang gue rasakan…

...

Gue ingin sendirian...

Tanpa beban...

Tanpa kebencian…

Tanpa mimpi kosong!

...

Cinta Mentari pada Rembulan yg mencintai Bintang

Kala itu, langit sungguh indah, berhiaskan cinta sang Rembulan pada Mentari yang menjelma menjadi Bintang.
Rembulan menatap Mentari dengan tatapan penuh cinta seperti dulu. Kilaunya begitu mempesona seperti magnet dari dalam perut bumi yang mampu menariknya tak berdaya. MENYESATKAN!

Kilau itulah yang membutakan penglihatannya selama ini, Sosok rembulan mampu membuat Mentari mengagumi malam yang disinari cayahanya.

Sejujurnya Rembulan mencintai Mentari yang memberikannya kehidupan dan kebahagian, namun mereka tidak mungkin bisa bersatu. Rembulan telah memiliki Bintang yang setia menemani sepanjang hidupnya.
Sepertinya, Bulan dan Bintang sudah menjadi sebuah kata ber-irama dan tak mungkin terpisahkan. Mentari tak mungkin menggantikan ataupun menjelma menjadi sebuah Bintang.
Mentari harus rela menghilang sesaat membiarkan rahasia alam terus berjalan.
Berat rasanya, tapi Mentari harus kuat! Ia memejamkan mata dan memendam asa untuk membiarkan Rembulan dan Bintang menyatu untuk menciptakan keindahan sebuah malam.

Mentari tersentak dengan kenyataan yang selalu diacuhkannya. Kenyataan yang begitu memilukan. Selama ribuan hari Mentari terbuai oleh angannya sendiri, menjadi sebuah Bintang demi Rembulan. Angan yang tidak akan mungkin pernah terwujudkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun

Rembulan selalu menyadari betapa Mentari begitu merindukan kehadirannya, betapa Mentari cemburu melihat kebahagian Rembulan dan Bintang di setiap malam, betapa Mentari mengagumi pesona Rembulan yang memukau dan membutakan penglihatannya, betapa Mentari mengiinginkan Rembulan hadir dalam setiap mimpinya.
Jika disuatu malam nanti, ada sebuah titik dari langit membentuk garis lurus menuju bumi yang menandakan satu bintang jatuh, pantaskah Mentari berharap menggantikan kilaunya? Pantaskan Mentari berharap menjadi sebuah Bintang???

Rembulan memejamkan mata, untuk pertanyaan yang tak bisa di jawabnya. Mentari membisu merasakan tetes air diwajahnya kembali mengalir. Tanpa ada kata yang terucapkan Rembulan, Mentari tetap akan terus bersinar, memberikan kebahagiannya pada semesta dan Bulan Bintang yang saling mencinta.

Senin, 09 Februari 2009


psssttt...If i never ever said "i love you..."
just remember i'm sayin' i do!
Jangan Pernah lupa yah
banget,,banget,,banget gitu lho.,.

Sebuah Pertanyaan

Jika ada sebuah pertanyaan yang paling disegani sebagian wanita
seusia saya saat ini adalah....
KAPAAANNN??
Pertanyaan singkat, padat, jelas jelas menyusahkan dan
membosankan!!!
Sebuah pertanyaan yang muncul mengganggu dan membuyarkan
kesenangan!!!
(((Apalagi jika terlontar saat resepsi hari bahagia seorang teman
atau mantan…hahhahaha:)))
Apakah ada jawaban yang tepat untuk sebuah pertanyaan kapan??
Haruskah ada tanggal, bulan dan tahun yang tepat untuk memuaskan
kapan??
Ataukah kapan adalah pertanyaan yang tidak benar-benar
membutuhkan jawaban??
Mungkinkah karena mereka tidak lagi sendirian,
sehingga bebas dan tega meneriakkan kapan dengan lantang???
Rasanya ingin menjawab pertanyaan kapandengan ribuan pertanyaan
tentang kapan!
Siapakah yang butuh kapan?
Siapakah yang begitu merindukan kapan?
Siapa yang berani menyambut kapan?
Siapa saja yang senang jika kapan datang?
Siapa yang akan datang bersama kapan?
Siapa yang bahagia bersama kapan?
Siapkah jika kapan benar-benar datang?
Akankah kapan datang bersama jutaan kapan yang lain?
Mengapa semua orang meributkan kapan?
Apakah tidak ada pertanyaaan lain selain kapan?
KAPAN.... KAPAN... KAPAN??? ……
kapan…kapan…kapan….????
……kapan…kapan…kapan….????
(((.....Pheewwww….)))
Akhirnya…
semoga doa berdatangan…
kapan akan datang...mungkin bukan sekarang...
kapan akan mendekat, dibawa seseorang terdekat
Seseorangyang berani menjawab kapan dengan mata berbinar,
penuh harapan sekaligus kekhawatiran…
hingga kapan benar-benar mendekat dan merengkuhnya
ke dalam sayapnya yang hangat.
…sudah terpuaskan kah kapan???
Bagaimana jika kapan yang satu telah terjawab…tapi kapan kapan yang
lain berdatangan...
dan mengejar meminta jawaban??
Haruskan sebuah kata kapan memperbudak hidup dan
kesenangan ???
Ataukan kita dapat membiarkan kapan menjawab segala
pertanyaannya sendirian???
...setelah kemarin…
(((don't worry girls...that time will come:)))
Mencari...
tak ada yang pasti.

menunggu...??
tapi kok sendirian?

berlari...
sapa siy yang dikejar??

katanya sayang,
kenapa sepi yang datang?

lelah mencari...

letih berlari...

akhirnya menepi...

jalan ditempat...

diam.

diam.

diam.

kemudian,
kembali berjalan

pelan..

lambat...

cepat...

beriringan...

tidak sendirian...

dengan satu tujuan...

entah dari mana keyakinan itu datang...

jawaban atas segala doa?

atau buah kesabaran?

entahlah

yang pasti...

akhirnya akan indah :)

Rabu, 04 Februari 2009

Cinta saat ini

Tadi, gue ngobrolin soal cinta. Ini semua bermula karena gue baru kenalan sama seorang teman baru. Dia pada intinya curhat soal pengalaman cintanya, lika-liku asmaranya, bahkan masa lalu kekasihnya!
Gue mendengarkan dengan asiknya. Bahkan di kepala gue tergambar storyboard yang menarik. Setiap katanya seperti dalang dan gue pasrah untuk masuk dalam cerita cinta teman baru ini. Cerita cinta yang benar-benar mengasyikkan untuk didengar. Bahkan bagian terburuk cerita cinta sekalipun, tetap menarik buat gue.
Di tengah keasyikan itu, jantung gue kayak berdebar ketakutan. Gue takut banget kalau kata-kata itu akan keluar. Sumpah mati gue gak mau. Tapi memang sepertinya sudah menjadi aturan tak tertulis sebuah pertemanan untuk balik bercerita. Untuk membuka diri. Kata-kata itu adalah "kalau loe gimana?"
Dengan kepala kosong dan tanpa niat apapun gue pun bercerita soal cerita cinta gue. Cerita yang dimulai sekitar 1 tahun silam ketika gue memutuskan bahwa lebih baik sendiri. Karena dengan sendiri, gue bisa lebih bebas untuk menjalani hidup. Lebih bebas untuk menjadi diri sendiri. Dan gue bisa dengan maksimal menjalani pekerjaan gue. Bersosialisasi. Semua tanpa batasan.
Sampai akhirnya beberapa bulan yang lalu, gue membuat sebuah teori berdasarkan pengalaman hidup gue. Banyak kenalan, rekan, klien, teman, teman dekat, yang ketika ia masih single saat usia mulai bertmnbah (40 tahun ke atas), berubah. Entah mengapa, mereka jadi begitu sinis terhadap kehidupan. Pahit, terhadap banyak hal. Semua hal di dunia ini salah dan kurang. Dan hanya dia lah yang paling benar dan sejati. Hanya dia yang tau segala hal. Yang lain itu bodoh. Yang lain itu dangkal.
Alih-alih bertambah bijaksana, gue melihat kegetiran hidup yang sepi.
Saya 25 tahun. Masih ada 10 tahun untuk berubah. Untuk ancang-ancang agar tidak jadi bagian dari itu semua. "Coba deh mulai membagi hidup kamu dengan yang lain. Karena dengan berbagi kamu bisa lebih menikmati dan menghargai hidup" kata seseorang ke gue ketika gue menceritakan kegelisahan gue ini. "ima gak mau jadi kayak gitu kalau tua nanti. I want to grow old graciously. Ima pengen lebih bijaksana" begitu kata gue.
Dengan saran itu gue mulai mencoba membagi kehidupan gue dengan yang kurang beruntung. Yatim piatu, anak putus sekolah, pengemis dan lain-lain. Secara teratur mendermakan sebagian penghasilan. Ternyata, kebaikan lain yang gue dapat. Kali ini gue berani jadi saksi:

"The more you give, the more you get!"

Entah siapa yang pernah bilang begitu. Tapi itu benar-benar terjadi. Rezeki, rahmat, anugerah, seolah tak pernah berhenti mengalir dari Tuhan. Dan lidah seperti gak pernah cukup untuk bilang Alhamdulillah.
Satu tahun berjalan, namanya manusia, gak pernah ada puasnya.
Gue merasa gue tetap perlu teman hidup.
Teman untuk berbagi hidup gue.
Gue gak perlu untuk jatuh cinta sama dia.
Tapi gue perlu untuk bisa berbagi hidup gue dengannya.

Demikian gue mengakhiri cerita cinta gue.
Gue gak lagi cari orang untuk jatuh cinta.
Tapi gue lagi cari orang untuk berbagi hidup gue.
Itu lebih dari cukup untuk gue.

Saat ini.