Minggu, 18 Juni 2006

Doa'in Tante aku ya,,

Kali ini wajahnya tetap pucat.
Meski tak sepucat dua minggu lalu ketika terakhir kali saya mengunjunginya.
Saat itu selang-selang besar menembus mulut dan hidungya.
Mulutnya menganga, dadanya turun naik dengan nafas yang sesak.
Matanya terpejam rapat, menahan kesakitan yang amat sangat.
Sesekali ia berbatuk hingga cairan kental meloncat dari mulut dan hidungnya.
Saya cuma bisa menangis tertahan, menyaksikan deritanya sambil memegang tangannya
yang dingin.Tante kesayangan saya terbaring sakit sudah hampir sebulan.
Koma.Minggu lalu, dia sudah menolak untuk makan.
Menolak untuk berkomunikasi dengan siapapun.
Tidak ada lagi kontak mata,
dia memilih memejamkan mata dari pada melihat orang dengan pandangan kosong.
Bagian tubuh sebelah kanannya sudah tidak bisa lagi di gerakkan.
Beku.Minggu lalu juga,
Dokter dan pihak rumah sakit,
meminta ijin keluarga untuk mengambil cairan yang terletak di kepala. Cairan yang katanya menyumbat proses kerja syaraf-syaraf kepala.
Saya gak pernah paham bahasa kedokteran.
Pihak rumah sakit menganalogikan cairan itu ibaratnya seperti bisul yang meradang yang nanahnya harus dikeluarkan.
Kami sekeluarga pasrah.Hanya bisa berdoa mengharap segala yang terbaik untuk kesembuhannya.

Alhamdulilah operasinya berjalan lancar.
Semalam saya mengunjunginya lagi.
Dia masih berada dalam ruangan ICU.
Saya menyapanya.
Kali ini ada kontak mata.
Diapun bisa menjawab pertanyaan saya,
walaupun hanya dengan sepatah kata tanpa suara.
”Maaf ima baru nengokin tante lagi, ima cuma bisa ke sini Sabtu Minggu”dari gerakan bibirnya,saya membaca kalimat ”gak papa” tanpa mengeluarkan suara.
Kini tangannya sudah bisa menggenggam tangan saya.
Walaupun tanpa tenaga
Kini ia bisa tersenyum membalas senyum saya.
Pandangannya tidak lagi kosong.
Saya membalas pandangannya,
saya sedih melihat keadaannya.Kepalanya gundul, berbalut perban.
Air matanya pelan-pelan menetes...
(((Tolonggg saya tidak ingin membuatnya menangis)))

Saya tidak tahu harus bercerita apa padanya.
Saya takut malah membuatnya tersiksa dengan semua cerita yang tak mampu ia komentari.
Saya gak kuat terus-terusan menarik bibir ini untuk membuat senyuman,
ketika saya ingin menangis menyaksikan kesakitannya.
Saya mencium pipinya, keningnyadan menghapus air matanya.
“Minggu depan kita ketemu lagi ya tante…“di rumah aja” katanya pelan, nyaris tak terdengar.
saya mengiyakan sambil mencium tangannya.Iya. di rumah.
(amin yaa robal alamin.)

Semoga setiap doa yang ada membawa berkah bagi kita semuadan kesembuhan tante saya. Amin.

Minggu, 09 April 2006

Sang Rasa

Waktu kamu keluar dari rahim,
ada dua malaikat besar yang mendampingimu.
Kalau orang bilang yang satu hitam,
yang satu putih,itu kebohongan terbesar abad ini.
Mereka tidak berwarna.Dan yang lebih hebatnya,
keduanya adalah satu.Bukan cuma bersatu,
tapi satu.

Ketika tali pusar kamu dipotong,
salah satu malaikat bertugas membuka matamu.
Agar jauh pandanganmu nanti.

Yang satunya lagi membuka lubang hidungmu.
Agar bisa udara kehidupan memenuhi tubuhmu.

Kemudian salah satunya mengurai jari tanganmu,
agar jari-jarimu bisa berbuat banyak buat sesamamu.
Yang satunya mengurai jari kakimu,

agar jauh langkahmu ke depan nanti.
Setelahnya,
satu dari mereka memegang kepalamu,a
gar kamu bisa berpikir,
bertindak dengan logika.
Yang satunya lagi memegang dadamu,
agar kamu bisa berpikir,
bertindak dengan rasa.

Yang terakhir dari ini semua adalah,
mereka berdua menumpukkan tangan mereka di dadamu.
Mereka akan menekannya agar jantungmumulai berdetak.
Memulai kehidupanmu.

Tapi sebelumnya,
kamu diminta untuk membuat sebuah perjanjian.
Perjanjian untuk bertemu kembali.
Bertemu di saat yang telah ditentukan.

Setelah kamu menyetujuinya,
mulailah jantungmu berdetak dengan kencang.
Tangismu memenuhi rongga perempuan
yang sembilan bulan mengandungmu.

Dan ketika saat yang ditentukan itu tiba,
kedua malaikat itu akan datang lagi menemuimu.
Mereka datang agar kamu bisa memenuhi janjimu.
Mereka datang untuk menghentikan detak jantungmu.

Dan setelah detak jantungmu terhenti,
semua anggota ragamu akan membusuk.
Menjadi satu dengan tanah.
Tanpa sisa.
Tanpa arti.

Hanya rasamu yang akan mereka biarkan hidup.
Agar rasamu bisa bercerita tentang segala keindahahan
dan keburukanyang telah dialami matamu.
Agar rasamu bisa bercerita tentang
segala kesegaran dan kebusukan
yang telah dirasakan hidungmu.

Rasamu akan bercerita tentang
segala hal yang telahjari-jari tangamu lakukan. Ciptakan.
Rasamu akan berkisah tentang
aral terjal yang telahkaki-kakimu telusuri. Jelajahi.

Dan yang terakhir,
rasamu akan begitu jujur bercerita,
bagaimana pikiranmu telah mempengaruhinya.
Ketika Ia bertengkar atau berdamai dengan pikiran.
Ketika Ia dan pikiran membuatmu berbuat sesuatu.
Ketika Ia dan pikiran memberikan arti bagi hidupmu.

Dan ketika semua itu bercerita,
kamu hanya boleh diam seribu bahasa.
Karena rasamu akan bercerita bebas
tentang segala kebenaran.
Bahkan kebenaran yang selama hidupmutertutupi oleh pikiranmu.