Kamis, 22 April 2010

Takut? itu pasti.

Biasalah... ketakutan seorang perempuan saat kehamilan pertama...takut tapi excited, takut tapi penuh pengharapan dan antusias untuk menyambut apapun yang akan terjadi.


Meninggalkan lingkaran comfort zone memang berat
Tapi hidup akan lebih berat jika kita tidak pernah mengarungi garis batas itu, dan menjadi kerdil selamanya.


Dan seketika, ketakutan pun sirna, karena kekhawatiran berlebihan hanya pantas untuk orang lemah yang tak mengenal Tuhan.

Allah ku....Hasbunallah wani'malwakiil...

Good luck ima...!

Senin, 19 April 2010

bahkan kunangkunang pun tau
hujan tidak akan turun malam ini
..... dan kamu masih saja berharap


apalagi bintang telah berjanji untuk terus berkelip
menjadi penghias panggung
tarian para bidadari
.... dan sekali lagi, kamu masih juga berharap


Apa yang bisa meyakinkanmu
bahwa gelap ini akan terus benderang
bahwa tetes yang kau akan temui
hanya ada pada embun embun yang menempel pada daun, pada rumput
itupun harus kau tunggu sampai saatnya fajar hampir menjelang
..... dan tetap kamu tidak percaya


dan Ibu sudah kehabisan akal untuk merayumu ikut menari
pegang tangan Ibu Nak ... ikuti langkah,
mengalirlah bersama ketukan, satu ... satu ... satu


pandang mata Ibu, tetap menari .... satu ... satu ... satu ....


jangan lihat ke atas, awan hitam itu tidak ada
tetap menari .... satu ... satu ... satu ...


lepaskan rasa, hilangkan semua gundah
mengalir bersama langkah Ibu ... satu ... satu ... satu ...


benar, tersenyumlah
Ibu akan menuntunmu diantara tarian bidadari
dan ....


tes ............................. tes ................................. tes
.............tes................................tes.............................tes
..............................................................tes
......tes..................tes..................................tes
......................................tes......................................tes


diam,


tapi,
ah....
sudahlah


ya,
kamu benar Nak...
betapapun terangnya gelap ini
hujan tetap datang



Sebuah Hidup Untuk Anak Ku

HIDUP hanyalah hidup
Tidak ada yang lebih berarti dari itu

Hidup hanyalah sebuah garis
yang dihubungkan oleh barisan noktah
bisa beriring dalam satu warna
pun berjuta

Hidup adalah hidup itu sendiri
yang mengembalikan kata kata sebagai kata
senang sebagai senang
sakit adalah sakit (tapi ibu lebih suka membacanya sebagai kenikmatan)

dan impian ...?
dapat berubah jadi nyata

Jangan takut hidup, Sayang
karena dari situlah
Tuhan memberi kita kekuatan

Hidup tidak lebih menakutkan dari mati
maka jangan pernah takut untuk berjuang
manis takkan ada tanpa kepahitan
dan seberapapun rinai menjarum pada kulitmu
saat hujan melebat,

tetap percaya pada sayap rapuh
yang ternyata sanggup membawamu terbang
meninggalkan kelabu

Kinara,,,,Pramanajati atau siapapun namamu nanti...
Hidup adalah tetap sebagai hidup
Kala terang
Kala meredup

Teruslah berkarya dalam butir darahmu
dan tetap melantun hikmah untuk tiap cobaan yang berbaris melaju

Rabu, 07 April 2010

Alhamdulillah,,,,
dibeliin just strawberry sama Om Prapto....
Ibu bantu untuk membentuk Placenta kamu biar cepet terbentuk dan jadi kuat ya Nak,,,
katanya Buah Strawberry bagus untuk membantu membentuk Placenta.

jangan ngomong MELAYANI ya...

“Eh, gue ga’ malem-malem ya... Kalo malem Jum’at kan wajib hukumnya ngelayanin suami..,” kata seorang temen kantor.

Gue engga mau ngeributin masalah hukum wajib apa engga nya ya... Tapi gue lebih keberatan sama kata ‘melayani’ itu loh... Kok kesannya tinggal siap badan gitu, kebayangnya kayak kambing guling =)) Mau dimakan, ayooo... Ga’ dimakan juga biar aja ‘dieler-eler’ gitu. Hih!

Namanya aja ML, making love... Ga’ bisa dong kalo satu doang yang sibuk ‘melayani’ (ini kalo keukeuh mau pake kata melayani ya…), sedangkan yang satu lagi kesenengan dilayani. Diem aja gitu kayak gedebok pisang, maunya tau-tau enak aja. Waduh… waduuuhhh… Please deh…

Lebih parahnya, udah ‘dilayanin’ istri gitu, masih pake selingkuh juga dengan alasan ‘pelayanan’ dari istri kurang memuaskan! Audzubilah minzalik… Jangan sampe kejadian deh…
Semua itu berawal dari kata pelayanan, di mana cuma 1 orang yang aktif. Mangkanya gue kurang setuju bilang ‘melayani suami’ untuk mengganti makna kata bercinta.
Lebih enak kan ‘sayang-sayangan’, ‘have fun go Love’ atau apalah...

Setuju kan?

Dalam hidup berkeluarga sangat sering terjadi kesalah pahaman antar pasangan yang dipicu oleh sesuatu yang tidak penting, yang hanya didasarkan pada persepsi masing-masing, tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Misalnya: bila ayah adalah seorang pencari nafkah tunggal yang tidak ingin istrinya bekerja, akan mudah beranggapan bahwa isteri di rumah pasti banyak waktu luang untuk tidur, nonton tv, gossip dengan tetangga dll. Demikian pula isteri bisa beranggapan bahwa dia tidak boleh bekerja karena suami tidak ingin istrinya tahu sepak terjangnya di luar rumah, yang penting hidupnya dicukupi dan dia tidak boleh protes, harus terima kasih dan diam.
Apabila secara materiil memang hidup layak dan tidak berlebihan, pada umumnya keluarga dalam situasi menyenangkan. Tetapi, bila karena keadaan memaksa harus hidup prihatin, atau pengetatan ikat pinggang, umumnya akan timbul konflik yang sebetulnya tidak perlu bila masing-masing mau memberi penghargaan pada apa yang telah dikerjakan pasangan.
Sering kita mendengar para ayah mengatakan pada istrinya yang tidak bekerja: “Kamu itu di rumah ‘kan enak, ma, bisa tidur, santai, gossip, ke salon, arisan, belanja. Lha, aku? Kepala kujadikan kaki dan kaki kujadikan kepala buat mencukupi kamu dan anak-anak.”

Tulisan dibawah ini bukan bermaksud mendiskreditkan para suami. Banyak juga ibu-ibu atau para wanita yang keterlaluan dalam menghina suaminya yang sudah berjuang mati-matian demi keluarga.

Pria dan wanita dibawah usia 35 tahun saat ini sudah banyak yang menyadari bahwa hidup berpasangan adalah hidup saling, – melayani, mengerti, menolong, mengasihi, menyayangi, membantu mengasuh anak dll – bukan hanya kaum prianya saja yang harus dilayani seperti ayah atau kakek mereka.

Berdasarkan survey pribadi selama lebih dari 25 tahun terhadap keluarga maupun relasi yang saat ini usianya sebagian besar diatas 40 tahun dan usia perkawinan di atas 10 tahun, fenomena mengecilkan arti para ibu rumah tangga masih sangat terasa.

Kata-kata seperti contoh tersebut di atas sebenarnya sangatlah menyakitkan hati para ibu yang baik yang sudah rela melayani seluruh keluarga sehari penuh, kalau perlu 24 jam. Sering kedudukan seorang ibu rumah tangga diberi embel-embel “hanya” oleh media massa, seolah-olah perannya hanya sebagai pabrik anak. Tidak mempunyai hak apapun untuk kehidupannya sendiri. Memang bahasa media massa masih ‘bahasa laki-laki’. Contohnya: gadis yang diperkosa itu mengadu ke polisi karena telah digilir oleh beberapa pria, dan kalimat Raja itu menggilir tujuh isteri selain Permaisurinya. Nah, padahal kalau mengikuti tata bahasa kalimat sebelumnya, seharusnya Rajanya yang digilir para istri bukan?

Ibu yang baik, tugas rutinnya melampaui tugas-tugas rutin orang kantoran.
Mari kita simak beberapa peran Ibu Rumah Tangga (mudah-mudahan para Bapak siap membacanya tidak kura-kura dalam perahu):
1.Sebagai pembawa kehidupan baru dalam keluarga : Melahirkan, inilah yang disebut takdir dan tidak dapat digantikan oleh kaum laki-laki.
2.Wakil Direktur bila suami sebagai Kepala Keluarga berhalangan datang disuatu pertemuan resmi sekolah anak, RT, RW atau keluarga besar, atau ketika karena satu dan lain hal suami harus tinggal dirumah sementara waktu (karena PHK atau sakit berkepanjangan, misalnya)
3.Sekretaris Pribadi sang suami untuk mencatat dan mengingatkan agenda kegiatan suami bila ada undangan, waktunya ke bengkel, mendampingi suami dalam acara-acara resmi kantor, mengingat dan merencanakan peringatan ulang tahun bagi anggota keluarga dan agenda kegiatan anak-anak baik sekolah maupun pelajaran-pelajaran tambahan.
4.Manajer Keuangan untuk mengelola gaji yang diberikan suami dengan pesan “pokoknya harus cukup, ya cuma ini yang bisa kuberikan”
5.Public Relations Manager: untuk memelihara hidup sosial dengan komunitas-komunitas baik kantor, keagamaan maupun sosial kemasyarakatan, termasuk mengcounter apabila ada berita-berita miring mengenai keluarga
6.Human Resources Manager: mengatur para keponakan atau mereka yang hidup bersama dalam satu rumah, pembantu, sopir, dan Satpam
7.Psikolog buat anak dan suami ketika mereka memerlukan untuk di dengar curhatnya
8.Diplomat: bila ada konflik antara Ayah dan anak-anak, antar anak-anak, antar keluarga besar dll.
9.Penerima tamu: kapan saja harus siap menerima para tamu yang datang berkunjung baik untuk kepentingan keluarga maupun komunitas lain
10.Paramedis, kalau perlu menjadi dokter: ketika ada anggota keluarga terluka atau sakit termasuk dirinya sendiri, biasanya ibulah yang mengetahui dimana letak obat-obatan
11.Tukang masak : belanja, memasak dan menyiapkan makan 3 x sehari.
12.Laundry / tukang cuci : mencuci, menjemur, menyeterika, dan menaruh baju yang sudah diseterika ke lemari masing-masing
13.Cleaning service: menyapu, mengepel, melap furniture dll
14.Tukang ojek: untuk anak-anak berangkat dan pulang sekolah bila anak-anak tidak menggunakan jemputan
15.Tukang kebun: mengurus tanaman agar tetap segar, rapi dan tidak mati
16.Babby sitter: mendampingi anak-anak mandi, belajar dan mengatur waktu tidur, menyuapi dan mengatur menu makanannya.
17.Guru les: untuk anak-anak terlebih bila mereka menghadapi ulangan atau ujian.
18.Guru agama dan etika untuk anak-anak (kalau anak-anak tidak sopan atau tidak faham agama, pasti yang disalahkan ibunya)
19.Interior dan exterior designer: agar rumah tidak membosankan untuk dilihat dari luar dan nyaman untuk ditempati

Tugas-tugas lain yang umumnya dibebankan kepada ibu:
1.Mengurus cattering: bila keluarga mengadakan hajatan seperti arisan keluarga besar, ulang tahun perkawinan, ulang tahun anak-anak dll pasti yang diminta mengurus hal ini sang Ibu.
2.Menjadi guide: bila ada keluarga yang datang dari luar kota terutama mertua
3.Mengelola dana sosial: untuk anak asuh, atau bantuan kepada saudara-saudara yang kurang mampu
4.Seksi perlengkapan: kalau mau pergi jauh seluruh keluarga, harus menyiapkan segala macam yang diperlukan seperti pakaian, mainan maupun obat-obatan untuk anak maupun Bapaknya. Belum lagi mengingatkan Bapak untuk memeriksakan mobil ke bengkel sebelum hari H keberangkatan.

Kalau pendidikan anak dan kesehatannya kurang baik, pasti yang menjadi incaran tuduhan sang Ibu. Padahal ini anak bersama, dibuat juga bersama, kok yang harus bertanggung jawab cuma Ibu ya? Demikian pula bila baju lusuh, cat rumah kusam, furniture berdebu, koran, buku dan mainan berserakan, kran dan atap bocor, jarang terdengar orang menyalahkan Kepala Rumah tangga. Kalimat yang biasa terdengar, kasihan Bapak itu nggak diurusin istrinya. Atau kemana aja Ibunya kok rumah nggak ke urus, pada hal mungkin si Ibu sedang sakit, anak-anak memang bandel, ayah orang yang keras kepala, keuangan yang tidak memadai, ibu punya keterbatasan-keterbatan yang orang luar tidak mengetahui dll, yang menyebabkan keadaan rumah tangga menjadi seperti yang terlihat.

Nah, menyimak itu semua apakah berlebihan bila Ibu kadang-kadang ingin istirahat, rekreasi atau berlibur sejenak dengan teman-teman masa sekolah atau keluarganya? Betapa hebatnya seorang wanita yang mampu mengatasi semuanya dengan ikhlas tanpa mengeluh, mengomel atau protes. Apalagi, bila isteri harus membantu mencari penghasilan supaya dapur tetap ngebul. Seorang Ibu yang baik dengan tugas yang begitu kompleks pasti akan melakukan tugasnya dengan ikhlas.

Mereka pada umumnya hanya ingin mendapat penghargaan sedikit saja dari para suami dan anak-anak. Misalnya: sore hari ketika ayah pulang kerja, mengecup dahi isteri sambil tersenyum dengan mengatakan hal yang sederhana “Capek ya ma? Duduk sini dulu deh, sambil nunggu air panas. Biarin aku ambil minum sendiri”. Atau “ Ada crita apa nih anak-anak?” Atau “ Udah sore begini kok kamu tetep cantik?”. Atau membawa makanan kecil kesukaan sang istri. Sebetulnya seorang wanita hanya perlu didengar dan sedikit apresiasi. Kalau bisa seperti ini, dijamin isteri justru lebih giat melayani keluarga.
Suami yang bijaksana akan selalu siap mendengar cerita isterinya betapapun bosannya dia mendengar hal yang sama setiap hari. Karena terus menerus di rumah, otomatis ceritanya ya itu-itu saja, bukan? Kecuali suami membebaskan isterinya untuk menggali potensi diri sang isteri tanpa harus bekerja diluar dengan memperbolehkan kursus, kuliah lagi atau hal-hal lain yang tidak membuatnya mandeg. Sehingga isteri lebih berkwalitas dan kalau diajak berdiskusi atau ngobrol bisa nyambung.

Buat para ibu yang tidak boleh bekerja apalagi ibu-ibu yang bertitel, tidak perlu menyesal. Anak-anak yang berkualitas adalah hasil dari asuhan Ibu yang berkualitas juga. Optimalkan pendidikan anak-anak ditangan sendiri. Tambahlah ilmu terus menerus dengan segala macam kursus kewanitaan maupun managerial ( melalui internet dapat mencari kursus jarak jauh baik dari lembaga pendidikan di Indonesia maupun di luar negeri ). Jangan tertinggal atau menampik kemajuan teknologi. Mintalah pada anak-anak atau suami mengajar hal-hal baru. Simak televisi yang bukan sinetron atau infotainment, bacalah buku-buku yang dibawa anak-anak, majalah yang bukan melullu majalah wanita, supaya ketika kita diajak suami atau anak-anak besosialisasi tetap nyambung dengan kondisi terbaru, sehingga kita menjadi pribadi yang menyenangkan untuk diajak ngobrol.

Penampilan harus tetap up to date, dan ini tidak perlu mahal. Model rambut dan pakaian yang selalu mengikuti jaman dapat disiasati sendiri tanpa biaya besar. Kalau ibu-ibu telah melakukan semuanya dengan baik dan ikhlas tetapi dimata Bapak masih saja kurang dan Ibu hanya dianggap pemicu keributan, berarti Bapaklah yang bermasalah. Kita wajib kasihan padanya, karena beliau tidak mempunyai rasa syukur. Tidak perlu mengutuk agar kutuk itu tidak memantul kepada diri kita sendiri.
Tugas Ibu bertambah satu lagi, yaitu mendoakan Bapak agar tidak dihukum Tuhan karena telah menganiaya perasaan Ibu dan atau anak-anak.

Berbahagia dan bersyukurlah para Ibu yang mempunyai seorang suami yang mempunyai semangat berbagi dan penuh kasih sayang. Dalam kasih sayang tidak ada perpecahan, dominasi, kekuasaan, pemaksaan kehendak bahwa yang satu harus menjadi seperti apa yang diinginkan oleh pasangan.
Karena pernikahan pada dasarnya adalah saling melayani, mengasihi, memberikan apa yang kita punya dan menerima apa yang tidak kita punyai. Allah akan memberikan kebahagiaan lahir batin kepada keluarga yang dapat mewujudkannya, akan memberkati / meridhoi segala usahanya sehingga hidup keluarga seperti ini akan selalu berkecukupan. Amin.

Para Bapak Sayangilah Istri Anda

Kamis, 01 April 2010

Kalo gengsi ngomong bahasa Indonesia jangan tinggal di Indonesia

Gara-gara nonton infotainment tadi pagi...

Ada nih ya… Cewe’ ABG 14 taun, katanya sih artis baru papan atas di Indonesia. Namanya sangat Indonesia, tampangnya indo, gede' di negeri berbahasa Inggris (kayaknya), ngga’ lancar ngomong bahasa Indonesia dan gue yakin banget dia engga bisa nyanyi Lagu Indonesia Raya.

Dan gayanyaaaaaaaaaaaaaaahhh…

Gue engga bisa niruin cara dia ngomong karena keburu pusing liat tingkahnya, gitu deh… Ind-Lish yang sangat English. Pake bahasa Indonesia campur campur Bahasa Inggris yang jadi trend sekarang ini.

Dari omongan cap tikus itu, yang gue bisa simpulin adalah dia seneng di Indonesia karena dengan tinggal di sini duitnya jadi berlipat ganda, main di banyak sinetron, membintangi banyak iklan, temennya makin banyak, pacarnya cakep-cakep, penggemarnya membludak… Sementara di kampungnya sono, dimana dia bisa bebas dan bangga berbahasa Inggris , gue yakin dia engga ada apa-apanya. Buktinya deretan nama2 atris Hollywod dia ga' pernah ada

Kenapa sih terlalu sombong untuk bicara Bahasa Indonesia? Oy!!! Gue juga bukan cucunya Ir.Soekarno sih... Tapi paling engga, selama masih ada di Indonesia (apalagi nyari duit di Indonesia ya...) dan ngomong sama orang Indonesia juga… Pake Bahasa Indonesia engga pernah salah kok...

Kalo gengsi, males atau ngerasa kampungan dengan berbahasa Indonesia di Indonesia... Pulang kampung ajaaaaa...

Hus! Hus! Hus!