Senin, 21 Juni 2010

Makan Dulu,,,sholat dulu,,,?

Waktu itu, jam makan siang. Seporsi nasi warteg sebelah udah nunggu di mejaku. Sementara, jam menunjukkan pukul 12.24 WIB, dan aku belum menunaikan dzuhur, masih larut dalam pekerjaan rutin. Tiba-tiba, salah seorang rekan tim SIM, yang baru saja diajak rekan lain untuk makan siang ke luar ruangan, berkata, "Makan dulu atau shalat dulu?" Rekan yang lain tersenyum, tapi tidak berhenti berjalan ke luar ruangan----belakangan, aku baru tau bahwa mereka dzuhur berjamaah di lantai dasar sebelum pergi makan.

Rekanku yang tadi bertanya belum ikut rombongan, masih di ruangan. "Menyusul," kata dia, sambil berdiri di depan laptopnya, mungkin dia men-save pekerjaannya sebelum berangkat. Sekali lagi dia angkat suara, kali ini bicara padaku, "Gimana, Meh, kalau bisa memilih, makan dulu atau shalat dulu?"

Aku menoleh pada beliau. Antara terkejut dan berpikir (nah lho, gimana tu tampangku jadinya?) "Oh, Bapak ngomong ke aku toh tadi?" tanyaku balik. Kaget soalnya. Hahaha.. Beliau tertawa, lalu mengangguk.

"Hmmm... Apa ya, Pak, jawabannya...?" Aku memutar mata, sambil berpikir. "Mungkin makan dulu? Kalau perut lapar kan, takutnya shalat nanti tidak khusyu," jawabku akhirnya.

"Bener juga sih.." ujar dia sambil mengangguk-angguk. "Tapi, kepikiran gak kalau tiba-tiba kita meninggal saat makan, sementara kita belum shalat?" tambah dia, santai, tanpa nada menghakimi.

Ucapannya membuat aku terkejut. "Bener juga, Pak! Berarti sebaiknya shalat dulu ya. Soal khusyu, insya Allah khusyu. Toh lapar bisa ditahan.." sahutku. Dia cuma tersenyum bijak. Lalu ke luar ruangan setelah mengucap salam. Tanpa pikir dua kali, aku bergegas mengambil wudhu, lalu shalat. Usai shalat, makan siang kusantap dengan hati tenang. Hmmm...

Mungkin itu hal "remeh", tapi pembicaraan singkat tadi tadi, sungguh menusuk ke hati. Banyak yang aku pelajari dari momen 3 menit itu. Pertama, belajar soal prioritas. Kedua, belajar cara "menegur" dengan halus tapi tepat sasaran. Ketiga, berbagi ilmu, tanpa membuat orang lain merasa bodoh. Keempat, orang bijak tidak pernah menghakimi.

Terima kasih, Pak Ipul dan Pak Adih. "Suhu batin" kita semua....

Tidak ada komentar: