Rabu, 04 Februari 2009

Cinta saat ini

Tadi, gue ngobrolin soal cinta. Ini semua bermula karena gue baru kenalan sama seorang teman baru. Dia pada intinya curhat soal pengalaman cintanya, lika-liku asmaranya, bahkan masa lalu kekasihnya!
Gue mendengarkan dengan asiknya. Bahkan di kepala gue tergambar storyboard yang menarik. Setiap katanya seperti dalang dan gue pasrah untuk masuk dalam cerita cinta teman baru ini. Cerita cinta yang benar-benar mengasyikkan untuk didengar. Bahkan bagian terburuk cerita cinta sekalipun, tetap menarik buat gue.
Di tengah keasyikan itu, jantung gue kayak berdebar ketakutan. Gue takut banget kalau kata-kata itu akan keluar. Sumpah mati gue gak mau. Tapi memang sepertinya sudah menjadi aturan tak tertulis sebuah pertemanan untuk balik bercerita. Untuk membuka diri. Kata-kata itu adalah "kalau loe gimana?"
Dengan kepala kosong dan tanpa niat apapun gue pun bercerita soal cerita cinta gue. Cerita yang dimulai sekitar 1 tahun silam ketika gue memutuskan bahwa lebih baik sendiri. Karena dengan sendiri, gue bisa lebih bebas untuk menjalani hidup. Lebih bebas untuk menjadi diri sendiri. Dan gue bisa dengan maksimal menjalani pekerjaan gue. Bersosialisasi. Semua tanpa batasan.
Sampai akhirnya beberapa bulan yang lalu, gue membuat sebuah teori berdasarkan pengalaman hidup gue. Banyak kenalan, rekan, klien, teman, teman dekat, yang ketika ia masih single saat usia mulai bertmnbah (40 tahun ke atas), berubah. Entah mengapa, mereka jadi begitu sinis terhadap kehidupan. Pahit, terhadap banyak hal. Semua hal di dunia ini salah dan kurang. Dan hanya dia lah yang paling benar dan sejati. Hanya dia yang tau segala hal. Yang lain itu bodoh. Yang lain itu dangkal.
Alih-alih bertambah bijaksana, gue melihat kegetiran hidup yang sepi.
Saya 25 tahun. Masih ada 10 tahun untuk berubah. Untuk ancang-ancang agar tidak jadi bagian dari itu semua. "Coba deh mulai membagi hidup kamu dengan yang lain. Karena dengan berbagi kamu bisa lebih menikmati dan menghargai hidup" kata seseorang ke gue ketika gue menceritakan kegelisahan gue ini. "ima gak mau jadi kayak gitu kalau tua nanti. I want to grow old graciously. Ima pengen lebih bijaksana" begitu kata gue.
Dengan saran itu gue mulai mencoba membagi kehidupan gue dengan yang kurang beruntung. Yatim piatu, anak putus sekolah, pengemis dan lain-lain. Secara teratur mendermakan sebagian penghasilan. Ternyata, kebaikan lain yang gue dapat. Kali ini gue berani jadi saksi:

"The more you give, the more you get!"

Entah siapa yang pernah bilang begitu. Tapi itu benar-benar terjadi. Rezeki, rahmat, anugerah, seolah tak pernah berhenti mengalir dari Tuhan. Dan lidah seperti gak pernah cukup untuk bilang Alhamdulillah.
Satu tahun berjalan, namanya manusia, gak pernah ada puasnya.
Gue merasa gue tetap perlu teman hidup.
Teman untuk berbagi hidup gue.
Gue gak perlu untuk jatuh cinta sama dia.
Tapi gue perlu untuk bisa berbagi hidup gue dengannya.

Demikian gue mengakhiri cerita cinta gue.
Gue gak lagi cari orang untuk jatuh cinta.
Tapi gue lagi cari orang untuk berbagi hidup gue.
Itu lebih dari cukup untuk gue.

Saat ini.

2 komentar:

badmen mengatakan...

ash-shodaqotu tadhfaul balak, ALLAHUMMAJNII UADH-DHIM SYUKROKA....................... ketika manusia selalu pasrah dengan apa yang ada tanpa mengesampingkan usaha atau IKHTIAR tentu gak ada yang susah baginya. 085710522366
kun fayakunnya yang bikin hidup tetap ada prosesnya. mungkin berguna assalamualaikum

ima_gadis mengatakan...

wah,,wah,,thx comment nya
salam kenal